Saat kanak-kanak, aku berpikir dunia ini sangat menyenangkan dan penuh warna. Senyum selalu terlukis indah di wajah dan tawa renyah selalu bergema di mana-mana. Saat itu, aku juga memiliki banyak mimpi dan cita-cita. Aku selalu antusias dengan segala hal, bahkan untuk hal-hal kecil.
Sekarang, saat diriku sudah kepala dua, pandanganku terhadap dunia sedikit atau bahkan sudah benar-benar berubah. Dunia ini masih berwarna, hanya saja warnanya sudah sedikit memudar. Menyenangkan? Tidak juga, ada kalanya keterpurukan datang menghantam jiwa.
Sejak kecil cita-citaku selalu berubah-ubah. Dulu, untuk pertama kalinya, aku ingin menjadi astronot karena tertarik dengan luar angkasa setelah membaca buku IPA milik kakakku. Kemudian, cita-citaku berubah, ingin menjadi ilmuwan. Saat itu aku mencoba berpikir, kira-kira apa yang bisa aku temukan dan ciptakan untuk keberlangsungan makhluk hidup ataupun sesuatu yang dapat membantu manusia. Namun, cita-citaku ini seketika pupus setelah aku melihat nilai UTS IPA yang tampak buruk sekali saat kelas 5 SD. Sesaat melepaskan cita-cita besarku itu, aku mulai menyadari bahwa diriku sebenarnya lemah di bidang ilmu pengetahuan alam dan matematika.
Lalu, ketika aku kelas 8 SMP, aku menemukan harapan baru. Aku memiliki ketertarikan besar di bidang bahasa. Aku sangat menyukai mata pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Setelah guru Bahasa Inggrisku banyak bercerita tentang orang-orang yang memiliki kemampuan berbicara dalam banyak bahasa (multilingual), aku mulai termotivasi untuk bisa seperti itu juga dan bercita-cita menjadi ahli bahasa dan penerjemah. Namun, tentu saja nilai bahasa Inggris dan bahasa Indonesiaku tidak bagus-bagus amat.
Akan tetapi, itu bukan akhir dari cita-citaku yang terus berubah. Ketika SMA, aku mengambil jurusan Bahasa dan Budaya. Di situ aku lebih banyak belajar tentang bahasa dan sastra, baik Inggris, Indonesia, dan Jepang. Aku sangat menikmatinya. Saat di kelas 10 itulah, aku menemukan sesuatu yang selama ini sangat aku sukai dan tekuni tanpa sadar, yaitu penyuntingan.
Cita-citaku kembali berubah dan ini adalah yang terakhir, aku ingin menjadi penyunting. Inilah alasan mengapa aku mengambil studi di Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, tetapi andai di kampusku ada fakultas khusus untuk bahasa dan sastra murni, mungkin aku tidak akan memilih studi berbasis pendidikan karena aku tidak memiliki passion sebagai pendidik. Namun, meski aku tak berminat menjadi guru, selama menempuh studi di FKIP, mataku terbuka terhadap masih buruknya apresiasi pemerintah dan masyarakat terhadap guru sampai saat ini. Aku akan membahas ini di lain waktu.
Di titik ini, setelah aku melewati sedikit fase kehidupan dan pengamatan terhadap lingkungan sekitar, aku yakin kalian juga seperti diriku saat kanak-kanak. Kalian dulu pasti memiliki banyak mimpi dan cita-cita, bahkan cita-cita kalian pun terbilang setinggi bintang di angkasa. Namun, lambat laun sebagian dari kita ada yang tidak lagi memedulikan cita-citanya dan memilih untuk mengikuti alur kehidupan saja. Di samping itu, ada pula yang masih berjuang mati-matian untuk mewujudkan cita-citanya.
Aku tidak suka melihat orang dewasa yang sok menasihati anak-anak tentang pahitnya kehidupan. Memberitahukan kehidupan sesungguhnya pada anak-anak adalah tindakan yang kurang tepat, belum saatnya. Anak-anak memang seperti itu, mereka masih dalam tahap perkembangan dan pencarian jati diri. Biarkan saja mereka memiliki mimpi setinggi bintang di angkasa. Jika mereka berkata ingin menjadi astronot, tunjukkan saja dukungan kita padanya, jangan katakan 'sulit' menjadi astronot. Itu hanya akan memupuskan harapan dan semangatnya untuk belajar. Toh, saat beranjak remaja atau dewasa dia akan menyadari sendiri, apa hal yang begitu disukainya dan apa potensi yang dimilikinya. Kita sebagai orang dewasa hanya perlu memberinya dukungan, dampingan, dan arahan bagaimana dia bisa mengetahui potensi apa yang ada pada dirinya, sehingga ia bisa menentukan sendiri sebenarnya dia ingin jadi apa. Jangan sesekali meremehkan hal yang dicita-citakan anak-anak, sekalipun dia ingin menjadi tukang sampah/petugas kebersihan seperti yang diucapkan karakter Fizi di serial kartun Upin Ipin.
Sampai saat ini pun aku masih terus belajar dan mengembangkan potensiku untuk bisa menjadi penyunting. Aku tidak tahu, apakah di masa yang akan datang aku akan memiliki pekerjaan sesuai cita-citaku atau aku akan berpisah dengan cita-cita yang telah menimbulkan rasa cintaku terhadap bahasa dan sastra? Pada akhirnya hanya Tuhan yang tahu, kita sebagai manusia hanya bisa berusaha dan melakukan segalanya sesuai batas kemampuan kita.
Tetaplah semangat dan konsisten untuk orang-orang yang masih berjuang mewujudkan cita-cita dan mimpinya. Segala yang sudah kamu korbankan sampai saat ini, pasti akan berbuah manis.
Untuk orang-orang yang saat ini telah berpisah dari cita-citanya, ini bukan sesuatu yang buruk. Tidak bisa mewujudkan cita-citamu bukan berarti kamu telah gagal dalam kehidupan ini. Mungkin saat ini kamu merasa hidupmu menyedihkan, tetapi sekali lagi yakinlah bahwa Tuhan punya rencana terbaik untukmu karena Dia maha mengetahui apa yang tidak diketahui oleh seluruh makhluk di jagat semesta ini.
Terakhir, untuk orang-orang yang sedang putus asa, aku mohon jangan pernah menyesali kehadiranmu di dunia ini. Tuhan tidak pernah mengadakan sesuatu di dunia ini tanpa alasan, semua selalu ada alasannya. Jika kamu ada di dunia, artinya dunia ini membutuhkan dirimu. Bangkitlah, jangan terus terpuruk karena itu hanya akan memperburuk keadaanmu! Pergilah ke tempat yang sangat ingin kamu datangi dan makanlah makanan yang sangat kamu sukai!
Dream until your dreams come true. — Dream On, Aerosmith
Komentar
Posting Komentar