Pernah tidak kalian berpikir di mana bumi dipijak, di situ selalu ada orang Cina atau etnis Tionghoa? Setelah diperhatikan dengan saksama, mereka memang ada di mana-mana, terbukti dengan adanya pecinan atau biasa juga disebut Chinatown. Di Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, Australia, Amerika, dan bahkan Eropa, selalu dapat ditemui etnis Tionghoa. Apakah mereka memiliki misi menguasai dunia dengan menyebar ke berbagai sudut dunia?
Usut punya usut, ternyata hal itu tak terlepas dari berbagai sejarah yang terjadi di negeri asal mereka. Ada beberapa faktor yang menyebabkan etnis Tionghoa tersebar di mana-mana, khususnya Asia Tenggara. Setelah membaca banyak sumber, inilah alasan yang sudah aku rangkum mengapa orang Cina ada di mana-mana.
![]() |
| Kawasan Pecinan di Samarinda pada 1930. (Sumber: intuisi.co) |
Perdagangan
Sejak ratusan tahun lalu, bangsa Cina suka melakukan perdagangan. Namun, dalam masa kekaisaran Tiongkok, ada sebuah tradisi konfusianisme yang memandang pedagang sebagai kelas sosial terendah dibandingkan petani dan pekerja kasar. Hal itu mengakibatkan diaspora bagi pedagang etnis Tionghoa dengan menyeberang laut ke bangsa lain. Awalnya mereka lebih banyak bertandang ke Asia Tenggara saja untuk melakukan perdagangan tersebut dan masih belum menetap di beberapa bangsa, seperti Indonesia.
Membludaknya Penduduk
Setelah meruntuhkan Dinasti Ming pada abad 17, Dinasti Qing atau biasa juga disebut Dinasti Manchu berkuasa dan menjadi dinasti terakhir dalam sejarah kekaisaran Tiongkok. Sebelumnya, Zhang Juzheng yang merupakan pejabat tinggi Dinasti Ming memberlakukan aturan "hukum satu cambuk" di akhir abad 16. Aturan baru ini mengubah sistem pajak yang sebelumnya dibayar dengan pangan menjadi dibayar dengan uang perak. Selain itu, kebijakan pembayaran pajak yang awalnya per orang menjadi per keluarga atau bisa juga berdasarkan luas tanah yang dimiliki. Kebijakan yang dimulai pada masa Dinasti Ming itu masih diteruskan dalam masa pemerintahan Dinasti Qing.
![]() |
| Zhang Juzheng. (Sumber: Wikipedia) |
Kebijakan pembayaran pajak tersebut akhirnya menimbulkan ledakan penduduk di Tiongkok. Banyak pasutri yang tidak khawatir untuk memiliki banyak anak, sebab pajak hanya akan dibayar per keluarga saja, bukan per kepala lagi. Dari sinilah, masyarakat Tiongkok kemudian juga melakukan diaspora dengan pergi merantau ke negara-negara tetangga karena makin bertumbuh pesatnya penduduk.
Peperangan dan Kekacauan
Dinasti Qing mulai menghadapi kekacauan saat Britania meluncurkan perang opium pada abad 19, guna memaksa Tiongkok untuk membuka kembali perdagangan opium yang dilarang karena masyarakat Tiongkok mengalami kencanduan.
Di tengah kekacauan tersebut, muncul pula sebuah sekte Kristen yang dibentuk oleh Hong Xiuquan—dia mengaku sebagai saudara Yesus dan membangun kerajaan bernama Surgawi Taiping. Sekte ini kemudian melakukan pemberontakan yang menewaskan sekitar 10 juta korban jiwa. Namun, Kerajaan Surgawi Taiping ini berhasil diruntuhkan oleh Dinasti Qing dan setelahnya terjadi genosida terhadap orang/keturunan Hakka—karena Hong Xiuquan adalah orang Hakka dan banyak pula keturunan Hakka yang mengikuti ajaran yang dibentuk olehnya. Dari kejadian genosida itu, banyak orang-orang Hakka yang pergi menyeberangi lautan ke bangsa lain, sehingga keberadaan orang Cina dengan etnis Hakka ini pun tersebar.
![]() |
| Hong Xiuquan. (Sumber: Wikipedia) |
Selain itu, hal lain yang membuat Dinasti Qing harus menghadapi keruntuhannya adalah adanya Revolusi Cina yang telah dimulai sejak 1894. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh rasa kecewa terhadap pemerintahan yang menimbulkan penderitaan terhadap rakyat.
Bagaimana? Apakah faktor di atas sudah cukup menjelaskan mengapa orang Cina ada di mana-mana? Sebenarnya selain faktor itu, ada pula faktor lainnya, seperti terjadinya invasi Jepang terhadap Cina, revolusi kebudayaan, perkembangan teknologi maritim, perang saudara, dan bencana alam/penyakit yang juga menjadi latar belakang bangsa Cina melakukan diaspora ke berbagai bangsa. Lagipula, bangsa Cina sudah mulai berkelana sejak abad ke-3 atau abad ke-4 untuk berdagang. Sebagian dari mereka ada yang hanya sekadar singgah, tetapi tidak sedikit pula ada yang memilih untuk menetap. Namun, memang sebenarnya migrasi besar-besaran yang mereka lakukan itu terjadi di abad 15 yang disebabkan oleh peperangan karena pergantian dinasti. Seperti itu, sih, yang aku baca. Hehe.
Jika di awal tadi aku bilang bangsa Cina mulanya hanya berdagang ke wilayah Asia Tenggara saja, lalu bagaimana mereka bisa sampai ke Amerika dan Eropa? Jadi, bangsa Cina mulai berlayar ke Amerika dan Eropa pada abad 19. Mereka datang untuk bekerja membuat rel kereta api dan mengerjakan proyek-proyek pertambangan. Orang Cina yang datang untuk mengerjakan proyek pembangunan dan pertambangan tersebut banyak didominasi oleh pria. Mereka begitu disukai karena menjadi pekerja yang patuh, rajin, dan bisa dibayar murah. Akhirnya, mereka pun banyak yang menikah dengan pribumi dan terjadilah akulturasi budaya.
Asal Mula Pecinan di Indonesia
Sekarang kita akan membahas asal mula pecinan di Indonesia. Coba, deh, perhatikan baik-baik, di kota kalian ada pecinan tidak? Identiknya pecinan biasa berada di dekat pusat perdagangan atau pasar karena kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang.
Mulanya orang Cina datang dan menetap ke Indonesia pada masa kolonial. Mereka dibutuhkan untuk menjadi buruh tenaga kasar dengan bayaran murah. Pemerintah kolonial terus mengimpor buruh dari Cina sampai menyentuh angka 1.740 orang, etnis Tionghoa mulai melakukan pemberontakan di Batavia. Pemberontakan tersebut menyebar sampai ke Solo dan daerah lainnya. Aku kurang tahu, sih, latar belakang pemberontakannya apa.
Nah, setelah pemberontakan oleh orang Cina tersebut terjadi, pemerintah kolonial akhirnya mengumpulkan mereka di satu tempat agar mudah dipantau dan diawasi. Jadi, mereka tidak bisa bergerak dan berkeliaran dengan bebas. Kemudian, tempat pemantauan itu menjadi pecinan, di tempat itu masyarakat etnis Tionghoa beranak pinak dan membangun kehidupan dengan berdagang. Aku ada baca juga kalau di masa kolonial tersebut, selain bekerja sebagai pedagang, mereka dilarang pemerintah untuk menjadi pekerja kantor gitu. Pokoknya mereka banyak dilarang melakukan ini itu, lalu jalan keluarnya, ya, mereka memilih untuk berdagang. Dari pecinan itu juga, rasa kekeluargaan mereka menjadi kuat, sehingga mereka kemudian bersama-sama membangun kelenteng serta rumah abu.
Kalau di Banjarmasin, kita tahu ada Kelenteng Suci Nurani yang terletak di pertigaan Jl. Veteran, Jl. Pierre Tendean, dan Jl. Ahmad Yani, Kampung Pacinan Laut. Menariknya lagi, kelenteng ini terletak dekat dengan kawasan Pasar Sudimampir. Tidak salah lagi. Haha.
![]() |
| Kelenteng Suci Nurani di Banjarmasin. (Sumber: Wikimedia Commons) |
Lalu, kalian berpikir juga tidak, mengapa orang Cina yang menetap di Indonesia tidak memakai nama aslinya? Itu karena pengaruh dari aturan yang pernah diberlakukan pada masa Orde Baru. Etnis Tionghoa dipaksa asimilasi. Ditambah dengan adanya isu SARA di tahun 1965, mereka sering dikaitkan dengan PKI karena Cina merupakan negara komunis terbesar. Maka, tidak heran juga saat itu Presiden Soeharto mengesahkan peraturan untuk etnis Tionghoa agar mereka mengubah namanya menjadi ke-Indonesia-an untuk pembuktian nasionalismenya. Bahkan, di masa itu kegiatan keagamaan mereka diawasi dengan sangat ketat. Mereka secara tertutup merayakan Imlek ataupun Cap Go Meh di dalam kelenteng.
Wah! Panjang juga tulisan ini, ya. Kalau ada yang salah dalam penjelasanku ini, kalian bisa kirimkan kritik, saran, dan pelurusan fakta melalui komentar di bawah atau bisa kirimkan ke surel aku: ummukul.snh@gmail.com




Komentar
Posting Komentar