Langsung ke konten utama

Konflik Sosial Antara Penguasa dan Rakyat dalam Cerpen "Saksi Mata" karya Seno Gumira Ajidarma

Source: elsam.or.id

Pada tulisanku kali ini, aku akan membahas sebuah cerpen karangan Seno Gumira Ajidarma berjudul "Saksi Mata". Cerpen ini merupakan satu dari 16 cerpen yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen Seno Gumira Ajidarma dengan judul yang sama dan ditulis pada tanggal 4 Maret 1992. Namun, aku membaca cerpen "Saksi Mata" ini melalui website sukab.wordpress.com, yang dikelola oleh komunitas penggemar Seno Gumira Ajidarma.

Aku menjadi ingin membahas cerpen ini setelah merasa agak muak dengan kecamuk masalah yang dihadapi oleh negara ini, Indonesia. Satu per satu berbagai macam polemik dan isu terus meberondong layaknya peluru yang membawa kecemasan dan ketakutan terhadap masa depan Indonesia. Cerpen "Saksi Mata" menyajikan konflik-konflik sosial yang tampaknya masih relevan dengan keadaan Indonesia sekarang. Apalagi Seno Gumira Ajidarma (SGA) turut membubuhi kritikan-kritikan halus tetapi juga tajam dalam cerpennya tersebut. Tidak heran sebenarnya, karena dia adalah SGA, seorang sastrawan yang pernah menjabat sebagai redaktur pelaksana di majalah Jakarta Jakarta yang begitu dikenal sebagai sastrawan yang kerap menyampaikan kritik tajam terhadap penguasa melalui tulisannya. Sebab bagi Seno, ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena bila jurnalisme bersumber dari fakta, maka sastra bersumber dari kebenaran.


Seno Gumira Ajidarma. (Source: news.detik.com)

Cerpen "Saksi Mata" berkisah tentang seorang saksi mata yang datang ke pengadilan dalam keadaan matanya yang berlubang karena bola matanya telah dicongkel menggunakan sendok oleh beberapa orang berpakaian layaknya ninja dan serba hitam. Dari lubang matanya yang kosong itu keluar begitu banyak darah yang membasahi celananya, sepatunya, dan bahkan sampai menggenangi jalanan di luar gedung. Tapi, tiada seorangpun yang melihat darah tersebut. Saksi Mata itu mengaku bahwa matanya dicongkel dalam mimpi dan tidak menyangka hal tersebut betul-betul terjadi. Suasana sidang di pengadilan tersebut terasa ricuh, untungnya hakim bisa menenangkan orang-orang yang ikut menyaksikan kesaksian Saksi Mata. Tujuan Saksi Mata datang ke pengadilan adalah karena ia bersedia menjadi saksi sebuah tragedi mengenaskan yang telah menghilangkan banyak nyawa manusia. Meski matanya telah dicongkel, tapi ingatan tidak terbawa oleh matanya. Ia berani bersaksi karena ingin menegakkan keadilan dan kebenaran. Setelah hakim beberapa kali memberi pertanyaan pada Saksi Mata, sidang itu ditunda untuk dilanjutkan esok hari. Malamnya, saat Saksi Mata tidur, ia bermimpi lagi. Jika sebelumnya ia bermimpi matanya dicongkel, maka kali ini lidahnya yang dicabut menggunakan catut.

Konflik sosial yang terjadi dalam cerpen "Saksi Mata" ialah adanya tindak kejahatan penguasa terhadap rakyatnya. Juga adanya tindak pengancaman dari penguasa terhadap rakyat yang berani menyuarakan kebenaran. Dalam cerpen ini, Seno menggambarkan sosok Saksi Mata—yang dalam pandanganku merupakan representasi untuk rakyat yang suaranya berusaha dibungkam oleh penguasa agar tidak membeberkan suatu kebenaran—sebagai orang yang berani bertindak demi kebenaran dan keadilan walaupun harus kehilangan kedua bola mata dan lidahnya oleh beberapa orang yang bisa kita asumsikan bekerja untuk penguasa. Cerpen "Saksi Mata" berusaha memperlihatkan bahwa penguasa tidak akan membiarkan seorangpun untuk menang dalam perjuangannya akan kebenaran dan keadilan. Maka dari itu, penguasa akan mengambil mata dan lidah siapa saja yang berani membongkar fakta dan kebenaran.

SGA secara konkret menunjukkan keterlibatan sastra dan sastrawan bersama masyarakat dalam melawan kezaliman penguasa Orde Baru. Cerpen "Saksi Mata" ini mewakili pandangan orang banyak tentang Orde Baru dengan imaji yang suram berupa sejumlah keserakahan penguasa maupun kasus kekerasan dan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Timur—saat masih menjadi provinsi ke 27 Indonesia pada 1975-1999 di bawah pemerintahan Soeharto. SGA menyampaikan melalui pengantar buku kumpulan cerpen "Saksi Mata" cetakan kedua bahwa cerpennya ini berhubungan dengan Insiden Dili (Pembantaian Santa Cruz) yang terjadi pada 12 November 1991. Insiden Dili adalah tragedi penembakan massal oleh tentara Indonesia terhadap demonstran pro-kemerdekaan Timor Timur di pemakaman Santa Cruz, Dili, serta menewaskan setidaknya 250 orang. Tragedi ini akhirnya disebut sebagai genosida Timor Timur dan menjadi sejarah kelam bagi kemiliteran Indonesia. Meski Soeharto melakukan pembangunan ekonomi dan infrastruktur di Timor Timur, hal itu tidak bisa dibandingkan dengan ribuan korban yang berjatuhan selama masa pemerintahannya. SGA dalam cerpen ini menunjukkan pemihakkannya kepada rakyat yang tertindas hak asasi manusianya. Dalam pandangan Marxisme, pemihakan ini diwujudkan dalam bentuk cerpen yang mempresentasikan konflik sosial itu secara realistis. Betapa kekejaman pembantaian tersebut tergambar dalam dialog antara hakim dan Saksi Mata.


“Saudara masih ingat bagaimana darah mengalir, orang mengerang dan mereka yang masih setengah mati ditusuk dengan pisau sampai mati?” 

“Saya Pak.”

“Ingatlah semua itu baik-baik, karena meskipun banyak saksi mata, tidak ada satupun yang bersedia menjadi saksi di pengadilan kecuali saudara.”


"Saksi Mata" oleh SGA dijadikan sebagai cerita perlawanan terhadap ketidakadilan dan heningnya suara kebenaran. Banyak orang diperlakukan sewenang-wenang karena memprotes tindakan pemerintah Indonesia terhadap Insiden Dili dan ingin hal tersebut diusut tuntas. Virgilio da Silva Guterrez adalah salah satu korban dari perlakuan sewenang-wenang penguasa. Ia ditangkap dan dipenjara bertahun-tahun karena terlibat demonstrasi di Jakarta untuk menuntut pengusutan kasus penembakan Insiden Dili. Cerpen SGA ini menjadi pembuktian bahwa penguasa pada masa Orde Baru telah merampas hak suara dan pendapat rakyat secara paksa serta berpura-pura tuli akan penderitaan rakyat. Dari cara penulisan yang disajikan oleh SGA, kita bisa mengetahui bahwa ia tentu berpihak pada rakyat yang ditindas haknya, meskipun ia mengorbankan sosok Saksi Mata yang harus kehilangan kedua mata dan lidahnya. Akan tetapi, dari situ kita dapat merasakan kengerian bahwa penguasa tidak lagi memiliki rasa kemanusiaan dan empati terhadap rakyatnya.

Melalui cerpen "Saksi Mata" ini, kita dapat melihat betapa mengerikannya jika suara rakyat yang menggaungkan kebenaran demi keadilan dibungkam. Lepas dari rezim Orde Baru, tampaknya Indonesia masih belum sepenuhnya menjadi negara yang benar-benar demokratis. Bahkan sampai saat ini masih banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas dan meninggalkan banyak tanda tanya. Tidak lupa juga mengenai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia yang masih terus dipertanyakan keberpihakannya, apakah mereka benar-benar memihak rakyat atau memihak yang menguntungkan diri mereka sendiri beserta komplotannya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

What's on My Playlist: 7 Single Oasis yang Bak Hidden Masterpiece

Because maybe... you're gonna be the one that saves me. And after all... you're my wonderwall~ Siapa, sih, yang gak tahu penggalan lirik lagu di atas? Apalagi para penggemar musik britpop, pasti udah khatam dengan lagu tersebut, "Wonderwall" dari Oasis. Lagu ini ada dalam album kedua Oasis yang berjudul (What's The Story) Morning Glory? yang rilis pada 2 Oktober 1995. Selain lagu "Wonderwall" yang begitu tenar di album ini, ada juga lagu "Don't Look Back in Anger" yang sampai disebut-sebut sebagai national anthem orang Inggris, lo. 😂 (dari kiri ke kanan) Paul Arthurs, Noel Gallagher, Liam Gallagher, Paul McGuigan, dan Alan White. (Sumber:  Radio X ) Oasis sendiri memulai debut mereka sejak 1991 dan merilis album debutnya pada 2 Agustus 1994 yang bertajuk Definitely Maybe . Jujurly , ini album paling favorit aku dari sekian banyak album yang udah dirilis Oasis. Single Oasis favoritku juga kebanyakan dari album ini. Fyi , seminggu setelah ...

Etnis Tionghoa Di Mana-Mana, Apakah Mereka Penguasa Dunia?

Pernah tidak kalian berpikir di mana bumi dipijak, di situ selalu ada orang Cina atau etnis Tionghoa? Setelah diperhatikan dengan saksama, mereka memang ada di mana-mana, terbukti dengan adanya pecinan atau biasa juga disebut Chinatown. Di Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, Australia, Amerika, dan bahkan Eropa, selalu dapat ditemui etnis Tionghoa. Apakah mereka memiliki misi menguasai dunia dengan menyebar ke berbagai sudut dunia? Usut punya usut, ternyata hal itu tak terlepas dari berbagai sejarah yang terjadi di negeri asal mereka. Ada beberapa faktor yang menyebabkan etnis Tionghoa tersebar di mana-mana, khususnya Asia Tenggara. Setelah membaca banyak sumber, inilah alasan yang sudah aku rangkum mengapa orang Cina ada di mana-mana. Kawasan Pecinan di Samarinda pada 1930. (Sumber:  intuisi.co ) Perdagangan Sejak ratusan tahun lalu, bangsa Cina suka melakukan perdagangan. Namun, dalam masa kekaisaran Tiongkok, ada sebuah tradisi konfusianisme yang memandang pedagan...